Sabtu

Pengertian Pantun


Biasanya, pantun terdiri atas empat baris, bersajak a-b-a-b. Dua baris pertama adalah sampiran dan dua baris terakhir adalah isinya.
Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lama. Di dalam masyarakat lama, pantun menjadi kepandaian secara bersama yang tidak diketahui siapa pengarangnya (anonim). Tradisi ini berkembang dari mulut ke mulut sehingga tersebar di kalangan rakyat, dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari hingga zaman kini, terutama di pedesaan.
Pantun sangat terkenal dibandingkan dengan berbagai macam bahasa ikatan Indonesia. Kegiatan berpantun banyak ditemui di berbagai daerah di nusantara, meskipun istilah/namanya mungkin berbeda. Di daerah Melayu dinamakan pantun, di Sunda disebut susunan, sisindiran, atau paparikan. Jawa Tengah dan Jawa Timur menamainya paparikan. Batak memberi nama umpama. Di Toraja terkenal dengan nama bolingoni.
Pantun menjadi alat anak-anak muda bergaul. Di beberapa tempat di daerah melayu (di Sumatera seperti Tapauli, Minangkabau, Lampung, dll), dalam kesempatan bertandang/bertamu pemuda ke tempat gadis, pantun senantiasa dipakai. Dalam pertemuan tersebut, pertemua mereka diisi berpantun berbalas-balasan, sindir-menyindir untuk mengaduk perasaan lawannya.
Pantun tidak saja dipakai dalam pergaulan anak-anak muda, tetapi juga digunakan dalam upacara adat seperti dalam pidato memilih penghulu, upacara perkawinan, mempersilakan makan, meminang, melepas haji, dan lain sebagainya. Para orangtua jika memberi nasihat seolah-olah berkata mutiara. Maksudnya supaya inti nasihat mudah diingat.
Kepada anak-anak muda yang menuntut ilmu, orang-orang tua berpesan:

Berburu ke padang datar
Dapat rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Ba’bunga kembang tak jadi

Nyanyian ludruk di Surabaya, nanyian gandrung di Banyuwangi, nyanyian doger di Jawa Barat, kelong-kelong di Makassar, tirk dan Ahui di Banjarmasih merupakan bagian pantun.

Adapun struktur pantun ialah tiap pantun dapat dibagi menjadi dua bagian berikut.
a.       bagian sampiran
b.      bagian isi
Bagian sampiran dua baris pertama kebanyakan tidak mengandung maksud. Yang diperlukan dalam sampiran adalah sajaknya sebab pesan disampaikan sejak kata yang terakhir pada baris ketiga dan keempat. Sampiran umumnya merupakan lukisan alam atau apa saja yagn bisa diambil sebagai kiasan atau cermin mengenai apa yang tersimpul di dalam isi pantun. Bagian isi, yaitu dua baris penghabisan, mengandung maksud pantun.

Ternyata pantun juga memiliki syarat lho. Inilah syarat tersebut.
a.       Bilagnan baris tiap bait/komplit ialah 4, bersajak a.b.a.b.a.b
b.      Banyak suku kata tiap baris 8-12, umumnya 10 suku kata.
c.       Pantun umumnya mempunyai sajak akhir tetapi juga pantun yang bersajak awal atau bersajak tengah
d.      Dua baris pertama berupa sampiran, dua baris terakhir merupakan isi.

Jenis-jenis Pantun

a.      Pantun Biasa

Hujanlah hari rintik-rintik
Tumbuh cendawan belang kaki
Kami spantun telur itik
Kasihan ayam maka menjadi

b.      Pantun Kilat atau Karmina
<pantun yang terdiri atas dua baris, tapi kadang-kadang sebait dijadikan 4 baris>

Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci

Penggan tak retak
Nasi tak dingin
Engkau tak hendak
Kami tak ingin

c.       Talibun
<pantun yang jumlah barisnya lebih dari empat, tetapi genap>

Kalau anak pergi kelepau
Ju beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu mencari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

d.      Pantun berkait atau pantun berangkat
<Bentuknya 4 baris, merupakan rangkaian pantun yang bersambung. Baris kedua dan keempat pada tiap-tiap pantun yang berikut. Pantun jadi sangat indah bila dilakukan dengan berbalas-balas>

Berkata ibu si Gelang

Beringin di atas gunung
Uratnya berkelok-kelok
Kalau ingin kaka ditinung
Carilah getah nan elok

Uratnya berkelok-kelok
Lalu ke sisi Kuran-kuran
Kalau dapat getah nan elok
Unggas’lah sudah tahunan

(Sumber: Apresiasi Puisi; Zulfahnur ZF, Kinayati Djojosuroto, Sri Suhita)






Macam-macam Pantun


Pantun Anak-anak

Elok rupanya kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak berkata besar hati
melihat sudah tatang

Merpati terbang ke jalan
Ibu belanak makan kerang
Bunda mati, bapak berjalan
Melarat anak ditinggal seorang



Pantun Orang Muda

Asem paruh dari seberang
Tumbuhnya dekat tapi lebat
Badan jauh dirantau orang
Sakit siapa yang akan mengobat

Elok sungguh permata selan
Buatan dewa dari angkasa
Pahit sungguh

Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa

Jalan-jalan ke kota Blitar
Jangan lupa beli sukun
Kalau kamu ingin pintar
Harus belajar yang tekun

Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian



Pantun Orang Tua

Berburu ke padang datar
Dapat rusa belang kaki
Berburu kepalang ajar
Ba'bunga kembang tak jadi

Asam kadis, asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang


Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah

Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Allah Yang Esa

Bunga cina diatas batu
Daunnya lepas kedalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang

Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga

Menanam kelapa di pulau
Bukum Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah

Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang

Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka

Bukan lebah sebarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sebarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh

Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja

Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang

Kemuning ditengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri

Parang ditetak kebatang sena
Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna
Bila tak penuh menaruh ilmu

Padang temu padang baiduri
Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari
Bagaikan cincin dengan permata

Ngun Syah Betara Sakti
Panahnya bernama Nila Gandi
Bilanya emas banyak dipeti
Sembarang kerja boleh menjadi
 

Daun terap diatas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba

Bunga kenanga diatas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa

Anak ayam turun sepuluh
Mati seekor tinggal sembilan
Bangun pagi sembahyang subuh
Minta ampun kepada Tuhan

Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat dipintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
 


Pantun Jenaka
 Anak rusa di rumpun salak
patah tanduknya ditimpa genta
Lidah kebaru bergerak-gerak
Melihat beruk berkaca mata


Dimana kuang hendak bertelur
Diatas lata dirongga batu
Dimana tuan hendak tidur
Diatas dada dirongga susu

Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat

Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada didalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya

Naik kebukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh

Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya

Ada apa diseberang itu
Mentimun busuk dimakan kalong
Ada apa diseberang itu
Bujang bungkuk gadis belong

Limau purut di tepi rawa, buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa, melihat kucing duduk berbedak


 
Pantun Teka-teki


Kalau puan-puan cerana
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki 

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?

Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi


Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya


Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun kesawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala dibawah?


Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji di luar apa buahnya




Referensi Literatur, Laman:
http://pantunindonesia.blogspot.com
Apresiasi Puisi; Zulfahnur ZF, Kinayati Djojosuroto, Sri Suhita